Kamis, 27 Februari 2014

Soekarno: Kuantar ke Gerbang


Judul: Soekarno: Kuantar ke Gerbang
Penulis:
Penerbit: Bentang
Genre: Roman
Jumlah Halaman: 416 halaman
Tahun Terbit: 2014 (Pertama kali terbit tahun 1981)
ISBN 13: 9786028811958

"Dan, sekarang tentang pengalamanku dengannya, dengan seseorang yang mementingkan segi membangkitkan semangat dan solidaritas bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakannya, apa yang sebenarnya kita cita-citakan bersama, yakni kemerdekaan bagi bangsa kita. Dibalik itu, ia pun adalah seorang yang sangat penuh romantika. Aku mengikutinya, melayaninya, mengemongnya, berusaha keras menyenangkannya , meluluhkan keinginan-keinginannya,.

Namun, pada suatu saat, setelah aku mengantarkannya sampai di gerbang apa yang jadii cita-citanya, berpisahlah kami, karena aku berpegang pada sesuatu yang berbenturan dengan keinginannya. Ia pun melanjutkan perjuangannya seperti yang tetap aku doakan. Aku tidak pernah berhenti mendoakannya"

-Inggit Ganarsih-

Kisah Bung Karno dan Inggit Ganarsih tertuang dalam buku setebal 416 halaman ini. Tak banyak yang mengenal sosok Inggit Ganarsih sebagai pendamping orang nomor satu di Indnesia, padahal sumbangsih beliau pada kemerdekaan Indonesia sangat banyak. Bukan! , bukan dengan mengangkat senjata melawan penjajah. Tapi dengan "menempa Soekarno menjadi pemimpin" begitu kata Tito Zeni Asmara Hadi pada kata sambutan di awal buku ini. Ada pepatah mengatakan, "Di balik lelaki hebat, ada perempuan hebat" mungkin kiranya Inggit Ganarsih lah perempuan hebat di belakang Bung Karno.

Paras Inggit yang cantik dan sifatnya yang luwes membuat banyak orang suka padanya. Tak heran bila ia pergi ke mana pun, pasti mendapat curahan kasih sayang orang. Banyak orang yang sering memberinya uang yang jumlahnya dapat mencapai satu ringgit. Karena alasan itu, orang di sekitarnya mulai menyebutnya si Ringgit dan berganti menjadi Inggit.
Ke mana saja aku pergi disambut dengan kesenangan. Berkunjung ke rumah orang, ke pasar, ke warung, ke alun-alun, ke mana saja menyebabkan aku pulang membawa uang atau apa saja rezeki lain, pemberian orang yang suka, amat suka kepadaku.
Tak banyak kisah masa kecil beliau yang diceritakan di buku ini. Namun, kisahnya semenjak mengenal Bung Karno sampai menjadi istrinya sangat menarik untuk dibaca. Saat bertemu Kusno, begitu panggilan Soekarno, Inggit masih berstatus istri dari Haji Sanusi atau Kang Uci. H.O.S Tjokroaminoto yang kala itu sebagai ayah mertua dari Bung Karno meminta bantuan pada Kang Uci dan Inggit agar mencari tempat tinggal sederhana bagi Bung Karno yang akan menuntut ilmu di THS (ITB) Bandung. Karena sulit menemukan pemondokan yang tepat, Kang Uci mengusulkan agar Bung Karno tinggal di rumah mereka. Namun, Inggit keberatan bila harus menerima Bung Karno yang saat itu menyandang status pelajar atau mahasiswa. Inggit takut karena biasanya pelajar ini banyak temannya dan mesti dilayani dengan istimewa. Akhirnya diputuskan Bung Karno akan tinggal di rumah mereka.
Inggit dikenal sebagai wanita yang mandiri dan tak mau merepotkan suami. Ketika ia menikah dengan Kang Uci yang cukup kaya raya, ia tetap saja berjualan bedak buatannya sendiri demi menghidupi keluarga.
Sejak kawin dengan Kang Uci, aku sudah punya pegangan bahwa kalau kita ingin merasa bebas dan leluasa bergerak serta tidak tertekan oleh laki-laki kita, kita mesti bisa berdiri sendiri, pandai bekerja dan mendapatkan uang sendiri.
Bung Karno sering bercerita pada Inggit bahwa wanita idamannya adalah perpaduan kawan, ibu, dan istri. Dan Bung Karno menemukan itu pada diri Inggit. Oleh karenanya, Bung Karno yang saat itu berstatus suami Utari--putri dari H.O.S Tjokroaminoto-- meminangnya. Tentu Inggit tak menyangka, ia sendiri masih istri dari Kang Uci. Namun, karena keduanya saling mencintai, Bung Karno dengan beraninya melamar pada Kang Uci dan Kang Uci pun mentalak Inggit. Di sini Kang Uci meresui hubungan Inggit dengan Bung Karno,
"Begini," katanya dengan sungguh-sungguh. "Teimalah dulu lamaran Kusno itu. Setelah jelas begitu, Akang jatuhkan talak. Tetapi, jangan kemudian berdiri sendiri sagala. Jadikanlah nikah dengan Kusno. Jadikanlah ia orang penting. Eulis pasti bisa mendorongnya sampai ia menjadi orang penting. Kalau begitu, bakal banyak saudagar yang mendekat Eulis, melamar Eulis, dan Akang tidak sudi"
Bung karno dan Inggit akhirnya menikah. Menikah dengan perbedaan umur yang cukup jauh tentu bukan perkara mudah. Dan lagi, Bung Karno masih berstatus mahasiswa. Tapi itulah Inggit, wanita mandiri, cekatan, dan penuh kasih sayang yang mengemong Kusnonya, mampu membuat rumah tangga mereka bertahan sampai 20 tahunan.
“Setiap kelelahan, ia memerlukan hati yang lembut, tetapi sekaligus memerlukan dorongan lagi yang besar yang mencambuknya, membesarkan hatinya. Istirahat, dielus, dipuaskan, diberi semangat lagi, dipuji dan didorong lagi”
Inggit juga berjiwa penyabar. Kala Bung Karno harus di penjara dan diasingkan beberapa kali di berbagai tempat yang berbeda, Inggit dengan sabar sepenuh hati menemani ke mana pun suaminya pergi.
...apakah artinya aku sebagai istrinya kalau suami dibuang dan aku tidak ikut dengannya?
Begitulah sosok Inggit yang tangguh dan mengayomi suaminya. Namun, demi alasan ingin mendapatkan anak, Bung Karno ingin menikah kembali dan memadu Inggit. Tentu saja Inggit menolak keras. Dalam keluarganya ia pantang untuk dimadu. Bung Karno dan Inggit resmi bercerai dengan kesepakatan yang dibuat atas perantara Hatta, KH Mas Mansur, Ki Hajar Dewantara dan Bung Karno sendiri. Bung Karno akhirnya menikah dengan Fatmawati yang merupakan anak angkatnya.
"Ceraikan aku! Sudahlah. Ceraikan aku! Kita putuskan segala ini dengan baik-baik. Aku pulang. Pulangkan aku kembali seperti janjimu dahulu"
Meski Inggit telah bercerai dengan Bung Karno, tapi ia tetap mendoakan dengan tulus mantan suaminya. Cinta yang tulus.

Source: here
Tema baca bareng BBI kali ini merupakan Historical Fiction Indonesia. Dan cukup bingung juga menemukan buku yang bergenre ini, karena saya yang kurang gaul ^^. Akhirnya, teman-teman BBI Bandung merekomendasikan buku ini. Bingung juga dengan genre buku ini, ada yang bilang memoar, ada yang bilang biografi, non fiksi, dan lain-lain. Tapi, menurut penulis dalam kata pengantarnya, buku ini adalah roman.
Oleh karena itu, hendaknya para pembaca maklum, saya tidak mempunyai pretensi bahwa susunan waktunya berurutan dengan tepat. Tulisan ini tetap saya susun sebagai roman dan bukan sebagai tulisan sejarah
ya, meski tetap disusun tas wawancara dengan tokoh sentral kecuali dengan Bung Karno. Dan bila mengacu pada salah satu tulisan,
Roman adalah suatu karya sastra yang disebut fiksi. Kata fiksi di sini berarti sebuah karya khayalan atau rekaan. Dengan kaitannya roman sebagai karya yang fiksi, Goethe mengatakan,
Der Roman soll uns mögliche Begebenheiten unter unmöglichen oder beinahe unmöglichen Bedingungen als wirklich darstellen. Der Roman ist eine subjective Epopöe, in welcher der Verfasser sich die Erlaubnis ausbittet, die Welt nach seiner Weise darzustellen (Neis, 1981:13), yang artinya: „Roman (seharusnya) mengambarkan peristiwa yang mungkin terjadi dengan kondisi yang tidak memungkinkan atau hampir tidak memungkinkan sebagai sebuah kenyataan. Roman adalah sebuah cerita subjektif, di dalamnya pengarang berusaha menggambarkan dunia menurut pendapatnya sendiri”
Mungkin buku ini termasuk pada HisFic Indonesia. Cari sana, cari sini yang didapat adalah edisi terbaru yang baru cetak tahun ini. Awalnya buku berjudul "Kuantar ke Gerbang" saat pertawa diterbitkan, kemudian jadi "Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno", selanjutnya pada tahun 2000an diterbitkan Mizan dengan judul "Kuantar ke Gerbang". Lalu tahun 2014 dengan penerbit sama diterbitkan dengan judul "Soekarno: Kuantar ke Gerbang". 
Kisah Bu Inggit sangat sangat sangat menarik. Penulis membawa kisah yang tak sekadar fiktif, tapi memang disusun berdasarkan wawancara dan riset baru kemudian dijadikan roman. Membawa sudut pandang "Aku" tentunya membuat pembaca seolah-olah merasa dekat dengan Bu Inggit. Penulis sukses membawa curahan hati Bu Inggit di setiap cerita. Saat Bu Inggit sedih, senang, penulis menggambarkan dengan cukup jelas isi hatinya.

Source: here

Pertama kalinya membaca buku karya Ramadhan K.H. dan paut diacungi jempol penulis ini, karena bahasanya yang menurut saya tdak terlalu ribet dan berbelit-belit. Ada beberapa bahasa Belanda dan Sunda yang bertaburan, tapi tentu saja ada terjemahannya. Tidak hanya ada kisah cinta Bu Inggit dan Bung Karno, ada juga banyak momen-momen sejarah diceritakan di novel ini. Seperti saat Sumpah Pemuda. Menambah banyak pengetahuan sejarah meski tetap harus dilakukan penelitian lebih lanjut.
Bukti sejarah yang tertinggal saat ini dari sosok Bu Inggit adalah rumah beliau di Jalan Ciateul No.8 Bandung ( Jalan Inggit Ganarsih ). Apa yang dapat menjadi inspirasi dari kisah ini adalah ketulusan cinta Bu Inggit pada Bung Karno yang tak lekang waktu. Teladan Bu Inggit sebagai istri yang setia, penuh kasih sayang, mandiri dan mampu jadi penopang hidup suaminya. Sangat menarik ^^!



Keep reading for rest of your life :) 
Rating: 4/5

12 komentar:

  1. Uwowww...dicetak ulang? Harus berburu bukunya nih... ;)

    @lucktygs
    http://luckty.wordpress.com/2014/02/27/review-the-jacatra-secret/

    BalasHapus
  2. ha? ternyata Inggit masih statusnya istri orang ya? baru tau tentang cerita ini. :|

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk selengkapnya bisa dibaca di buku ini.. :)

      Hapus
  3. aku baca buku ini gemessss banget sama soekarno. huks. kata orang kalau tokoh besar itu biasanya kelemahannya emang perempuan, hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketika Bu Inggit sedih karena Bung Karno, ini kerasa banget nusuk ke hati.. hiks,. aku nyampe nangis,. -_-

      Hapus
  4. Eh, emangnya ini buku fiktif, ya? Aku kira semacam biografi.
    Dan iya, aku sebel sama Bp.Soekarno setelah tahu soal ini, tapi waktu itu taunya dari film sih, hiks!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau kata penulis mah ini buku roman yang dia susun berdasarkan wawancara dan bukti sejarah. Mungkin seperti novelisasi kisah seseorang, seperti misalnya percakapan tokoh yang belum tentu persis sama seperti itu, tentunya ada sedikit modifikasi oleh penulis.
      Bingung juga sih,. Itu yang saya tangkap dari kata pengantarnya.
      Sedih dan terharu memang kalau mengenang Bu Inggit..

      Hapus
  5. Ha..ha..saya baca buku ini tahun lalu dan sempat bikin Lacak Jejak Inggit Garnasih di Bandung. Saya jadi ingat celetukan teman sesama panitia.
    "Bung Karno pidato JASMERAH (Jangan Sekali-kali Melukapakan Sejarah). Eh, dia lupa sama Inggit" (-_-")

    Hm..tapi baca buku ini juga bikin kita lebih seimbang menilasi Bung Karno sebagai pribadi biasa bukan hanya sebagai sosok karismatik dan tokoh besar di Indonesia. Sekaligus menambah pengetahuan kita tentang adanya sosok Inggit Garnasih, Ibu Negara yang tak pernah menginjakkan kaki di istana (^_^)v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lacak Jejaknya dengan komunitas Aleut teh? Keren ih,.. Mauuu ^^
      Iya, setuju,. Dengan baca buku ini jadi paham bahwa Soekarno juga manusia biasa yang tak lepas dari umumnya sifat manusia,. :)

      Hapus
  6. Waduuh... sadis ya kisah percintaan jaman dulu. Aku emang gak pernah habis pikir kok bisa-bisanya seorang pria punya istri sampai banyak begitu, walau kawin cerai sih, bukannya dimadu, dan istri-istrinya semua baik sama dia. Tapi mungkin karena waktu itu semua sadar ya kalau Bung Karno memang punya cita-cita lebih besar, jadi semua mendukung. Hehe.

    Wah kalau ini roman, perlu dipertanyakan mana yang fakta mana yang didramatisir dong..

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau penulis sih bilangnya tetep roman, walaupun dia susun berdasarkan fakta sejarah dan wawancara dengan tokoh langsung,.. ^^

      Hapus