Selasa, 27 Januari 2015

Ekspektasi: Antara Buku dan Film, Mana yang Lebih Seru?


Seringkali sebuah buku diangkat ke layar lebar. Dan beberapa tahun ini sedang menjadi tren. Pernah menonton film yang diangkat dari buku? Atau membaca buku yang filmnya sudah tayang? Bagaimana ekspektasinya? Seseru buku yang kamu baca atau film yang kamu tonton? Seperti kata pepatah diantara bookworm,"Don't judge book by its movie". Jangan coba-coba menghakimi bukunya bagus atau tidak dari filmnya yang sudah ditonton, kecuali jika keduanya sudah dilakukan. Alias membaca dan menonton. Tapi, yah bagaimanapun isi kepala setiap orang berbeda. Terkadang orang-orang memiliki visualisasi yang berbeda tentang yang dibaca meskipun itu buku yang sama. Ada orang yang nyaman dengan membaca bukunya terlebih dahulu baru kemudian nonton filmnya. Ada juga orang yang sebaliknya, nyaman menonton filmnya terlebih dahulu. Ada juga orang yang tidak mau membaca buku ataupun menonton film, hanya memilih diantara salah satunya, karena takut mempengaruhi penilaian dan ekspektasi mereka.
Saya sendiri dengan beberapa teman sering membandingkan keduanya, antara buku dan film. Dalam diskusi tersebut, saya dan teman saya memiliki asumsi yang berbeda tentang mana yang lebih seru. Kadang menurut saya filmnya lebih baik daripada bukunya, menurut teman saya sebaliknya. Pada akhirnya, kami menyadari bahwa seru atau tidak seru sebuah film/buku itu kembali pada selera masing-masing. Ada film yang dapat penghargaan tinggi, ada buku yang lagi ramai dibicarakan, ada film yang menjadi kontroversi, ada buku yang diboikot, kesemuanya bisa jadi disukai maupun tidak oleh beberapa orang. Saya sendiri terkadang membaca buku yang dari review beberapa teman mengatakan bahwa buku itu bagus tapi pada akhirnya tidak pernah habis saya baca. Atau ada film yang diangkat dari buku yang menurut saya seru, belum tentu menurut orang lain. Lantas, apa yang terjadi pada saya? Apakah saya tidak masuk ke sebuah komunitas bila saya berbeda pandangan? Well, seperti yang telah saya katakan, hal ini kembali lagi ke masalah selera. Bila berbeda, bukankah itu bagus dan justru menambah keberagaman? So, jangan merasa bersalah untuk menonton film/membaca buku dan kemudian merasa tidak sepaham tentang keseruannya dengan orang-orang!
Nah, dengan tidak bermaksud menghakimi alias sekedar berbagi opini, di sini saya akan membahas tentang beberapa film dan buku yang sudah sepaket dan bagaimana ekspektasi saya mengenai keduanya. 

Menonton lalu Membaca

1. Stardust

 Desa Tembok dalam Stardust Movie

Kisah perjalanan Tristran Thorn di dunia Stromhold terlebih dahulu saya ikuti dalam filmnya. Saya menyukai film fantasi yang rilis pada tahun 2007 ini. Secara keseluruhan film Stardust mengagumkan. Mulai dari penggambaran desa Tembok, para pemain, penggambaran hal magic sampai musiknya pun sangat berkesan saat itu. Bahkan, baru-baru ini ketika saya meononton kembali, rasa-rasanya masih berkesan bagi saya. Meskipun saat ini telah banyak film fantasi dengan efek yang lebih bagus. Tentu hal ini membuat saya juga ingin membaca buku Stardust. Saya berekspektasi tinggi untuk penulis buku yang terkenal ini. Hasilnya? Meskipun versi buku berbeda dengan film dalam beberapa detail, hal ini tidak mengurangi inti yang ingin disampaikan keduanya. Bila dalam film saya disuguhi secara visual, dalam versi buku saya merombak kembali visual tersebut dalam imajinasi saya. Dan saya menikmatinya.

2. The Chronicle of Narnia: The Lion, the Witch, and the Wardrobe


 Lucy di Negeri Narnia
Source: here

Beberapa waktu lalu saya membaca karya C.S.Lewis ini. Setelah menyelesaikan satu buku, saya dibuat keheranan, kok bisa buku setipis ini dijabarkan dalam film dengan detail? Awalnya saya tidak mengaharapkan akan disuguhi buku yang seru dengan ketebalan halaman 200-an, belum lagi buku ini dilengkapi dengan ilustrasi. Jadi tebalnya halaman juga dipengaruhi adanya ilustrasi, bila tanpanyaa mungkin hanya 100-an halaman. Dan satu hal lagi yang saya pelajari, jangan menghakimi keseruan buku dari banyaknya halaman :p. Baik buku dan filmnya masuk dalam daftar favorit saya.    


 3. The Giver

 Jonas dan the Giver

Salah satu buku seru yang saya baca di awal tahun ini. Setelah menonton filmnya terlebih dahulu, saya tidak berekpektasi banyak terhadap bukunya. Hal ini disebabkan ending dari filmnya yang benar-benar membuat penasaran akut. Oh, ya satu lagi yang saya sadari, saya tidak menyukai buku maupun film dengan akhir menggantung. Uh, hal ini bikin penasaran!. Dan hal yang sama juga terjadi saat saya membaca The Giver, sukses membuat saya penasaran. Meskipun penasaran bertransformasi menjadi arwah penasaran (apa pula ini? ), buku yang lagi-lagi tipis ini sukses membuat saya memahami filmnya.  


4. Harry Potter Series

Harry Potter
Source: here

Keduanya, baik film dan bukunya memenuhi ekspektasi. Tapi di beberapa film, seperti film kelima, keenam, dan ketujuh, saya lebih suka membaca bukunya. Melihat aktor Daniel Radcliffe yang terlihat terlalu dewasa di ketiga film tersebut membuat saya agak sulit membayangkan sosok Harry.    


5. You Are the Apple of My Eye 


Filmnya tidak terlalu saya sukai meskipun cukup kocak. Tapi untuk bukunya memenuhi ekspektasi saya. Perjalanan Ke Jing Teng menuju dewasa dan gaya penceritaan penulis yang mengalir.


Membaca lalu Menonton 


 1. 5 cm

Meskipun buku ini banyak orang menyukainya, bagi saya sendiri buku ini agak susah untuk diikuti kisahnya. Gaya menulis si penulis memang ringan. Hampir seluruh kisah dipenuhi dengan percakapan tokoh. Mungkin, saya tipe pembaca yang senang akan deskripsi dibandingkan percakapan-percakapan tokoh. Alhasil, saya tidak terlalu berekspektasi besar pada filmnya. Namun, di luar dugaan saya menyukai filmnya. Film yang diambil dengan latar Gunung Semeru. Gambar-gambar yang diambil di film 5cm menunjukkan keindahan Indonesia. Sedikit banyak jalan ceritanya pun menghibur. Meskipun di beberapa bagian agak kuang terasa chemistry antar pemain.  


2. The Hunger Games Trilogy


Rasa saat membaca trilogi The Hunger Games adalah seperti naik bukit kemudian menuruninya. Tetap, buku yang menjadi favorit adalah The Catching Fire. Alhasil ekspektasi yang terlalu tinggi membuat saya agak kecewa dengan filmnya. Bukan karena kurang seru, tapi terkadang apa yang dibayangkan dan diharapkan muncul di film sedikit berbeda.  


3. The Twilight Saga
Source: here
Buku pertama yang mengenalkan saya pada vampir. Pertama kali membaca buku ini saat kelas dua SMA. Dan bukunya berhasil membuat saya meneruskannya hingga seri keempat. Sayangnya, berharap filmnya akan seseru cerita bukunya. Nyatanya, saya kecewa berat dengan filmnya. Chemistry antar tokoh kurang terasa. 


4. The Host

Karya selanjutnya Stephenie Meyer yang dibaca. Setelah lulus dari SMA dan menonton film Twilight, saya tidak berniat membaca The Host. Tapi teman menghadiahkan buku ini dan baru saya baca setahun kemudian. Sejujurnya lagi-lagi, versi buku lebih seru dibandingkan filmnya. Mungkin karena visualisasi yang berbeda.


5. Rectoverso

Tak banyak berharap filmnya bakal se"haru" bukunya, hal ini membuat saya tidak terlalu kecewa saat menontonnya. Saya mengakui akting keren dari Lukman Sardi dalam Malaikat Juga Tahu. Sisanya saya cukup menikmati kisahnya. 


6. Divergent

Kisah Tris dalam Divergent cukupmembuat saya frustasi. Jalan cerita bukunya sangat lambat. Pergesekkan tokoh baru terasa di bagian 3/4 buku. Mungkin karena buku ini dirancang trilogi, bagian pertama memang dirancang hanya pengenalan tokoh dan masalahnya. Saat mengetahui buku ini akan diangkat dalam layar lebar, ekspektasi pun tidak terlalu tinggi. Toh, jalan ceritanya lambat! Namun, lagi-lagi melenceng, filmnya sukses membuat saya ketagihan kisah Tris. Meskipun belum sempat membaca buku kedua dan ketiga, saya berharap besar terhadap kedua buku tersebut. Semoga saja terpenuhi! 


7. If I Stay

Buku If I Stay dengan mengambil sudut pandang Mia cukup seru, meskipun Where She Went dari sudut pandang Adam yang lebih saya sukai. Jadi boleh lah saya berekspektasi akan menyukai filmnya? Namun, entah saya yang terperangkap dalam visualisasi saya sendiri, filmnya tidak memenuhi ekspektasi saya. Okelah dari segi musik, ada beberapa OST yang enak didengar. Namun, chemistry antar tokoh yang seharusnya menonjol dalam film ini sangat tidak terasa. Sosok Mia dalam film ini cukup mewakili, sayangnya dialog Mia dengan kedua orang tuanya serasa kaku. Tokoh Adam juga kurang natural. Untuk If I Stay, jauh memenuhi ekspektasi. 


Berekspektasi seseru bukunya
3. Madre
4. The Tale of Despreaux

 Mudah-mudahan film dari keempat buku di atas sesuai ekpektasi, jika melihat bukunya yang seru.

Berekpektasi seseru filmnya
1. The Maze Runner
2. The Fault in Our Stars
3. Big Hero 6
4. The Lord of The Rings

Film The Lord of the Rings adalah film sepanjang masa bagi saya. Berapa kali saya sudah menontonnya pun tidak membuat saya bosan. Sayangnya, hingga saat ini saya masih belum berjodoh dengan bukunya. Semoga saja cepat berjodoh

Tips yang memungkinkan agar kita tak kecewa saat berekspektasi terhadap buku/film: selalu berpikir positif (berasa jadi motivator ^^). Adakalanya tidak sesuai harapan, maka carilah hal-hal yang menarik darinya. Saya seringkali mencari-cari dimana letak kelebihan film/buku tersebut. Dan berpikir, "ah setidaknya ada ini, ada itu". Itulah beberapa daftar film/buku sepaket yang saya bahas. Sebenarnya masih banyak yang ingin dibahas, tapi sepertinya bakal terdiri dari beberapa halaman. Semoga tidak membuatmu bosan (sorry^^). Bagaimana pendapatmu? Ada yang lebih kamu sukai dari beberapa film/buku sepaket di atas? Ayo, share ekspektasimu di komentar!

P.S: Posting ekspektasi ini merupakan salah satu kegiatan Opini Bareng yang diadakan oleh BBI

6 komentar:

  1. The Giver udh baca kelanjutannyaa? :D Buku ke-3 sama ke-4 nya bagus banget menurutkuu :)) Kalau aku seringnya sih lebih suka buku drpd film-nya, soalnya lbh detail dan bisa berimajinasi sendiri XD Tapi salah satu yg melebihi ekspektasiku ya film-nya LOTR :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul,...Kebanyakan aku juga lebih suka bukunya soalnya lebih bisa bisa berimajinasi sendiri, tapi ada beberapa film yang melebihi ekspektasi dibandingkan saat membaca bukunya, ^^

      Hapus
  2. Saya dari dulu mau baca narnia belum sempat saja hehe... Saya suka banget sama filmnya. Keren... The Giver juga bagus filmnya, tapi bukunya belum dibaca. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aha! itu buku tipis-tipis yang di luar ekspektasi aku semua.. ^^

      Hapus
  3. Aku malahan lebih sering menonton lalu membaca. Berhubung karena aku lebih menyukai buku yang bernuansa romance, dan film yang ada adegan action, sci-fi, dystopian ataupun horror (banyak movie adaptation yang temanya beginian) Contoh: THG, Divergent, TMR. Aku menonton THG1 dan 2 lalu membaca Mockingjay. menonton Divergent lalu membaca insugent dan allegiant. Menonton TMR dan (akan dibaca) the scroch trials

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa buku juga aku tonton terlebih dahulu baru membaca bukunya, tapi kalau kayak gini biasanya wajah si tokoh utama yang di buku bakal terbayang terus wajah tokoh utama di film,^^

      Hapus