Halo semuanya,. kembali dalam postingan dalam rangka Playing Around with Romance. Kali ini temanya adalah film adaptasi dari buku romance. Beberapa waktu lalu saya mereview buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, nah kali ini saya akan sedikit mereview mengenai film dari buku ini.
Mari mulai dengan jalan cerita,
Tersebutlah Zainuddin (Herjunot Ali) seorang pemuda asal Makassar yang ingin mengunjungi negeri kelahiran ayahnya, Batipuh, Padang Panjang. Zainuddin muda yang amat naif menyangka dirinya akan diterima keluarga yang bersisa di tanah Batipuh. Sayangnya, semua itu tak sesuai harapannya. Ia hanyalah anak tak bersuku, berayah orang Batipuh dan Beribu orang Mengkasar. bagi aturan adat Batipuh, nasab persukuan diambil dari pihak ibu. Tentu Zainuddin dianggap tak memiliki suku di Batipuh.
Suatu ketika, Zainuddin bertemu dengan Hayati (Pevita Pearce) si kembang desa. Zainuddin meminta hayati menjadi sahabatnya, ddan Hayati menyambut hal ini dengan senang hati. Sahabat berubah menjadi cinta. Bagi Zainuddin, Hayati adalah dunianya. Sayang, nasib malang berjumpa kembali dengan Zainuddin, akibat dirinya tak bersuku, lamaran Zainuddin untuk Hayati ditolak. Dan pemangku adat justru menerima lamaran Aziz (Reza Rahadian) untuk Hayati. Laki-laki dengan nasab baik dan kekayaan melimpah.
Sakit hati, membawa Zainuddin pada keahliannya menulis. Ia yang sakit hati mengadu nasib sebagai penulis novel. Dan pada akhirnya namanya melambung berkat novel, Teroesir, yang mirip dengan kisah cintanya dengan Hayati. Hayati dan Aziz yang kala itu telah merantau ke Jawa, kaget bertemu dengan Zainuddin yang kini berganti nama dengan Sabir. Pengarang yang karyanya disukai negeri dan tentu, Zainuddin sekarang adalah Zainuddin yang memiliki kekayaan berlimpah.
Kini nasib malang yang menimpa Hayati, ia tak menyangka Aziz yang menjadi suaminya, hanyalah laki-laki dengan perangai buruk. Muncul penyesalan dalam batin Hayati yang dulu tak menerima Zainuddin sebagai suaminya. Kisah berlanjut, pada akhirnya cinta tak selamanya harus bersama.
Setting
Setting dari film ini diambil pada tahun 1930. Beberapa tempat yang disebut adalah Makassar dan Padang Panjang secara umum.
Musik
Musik
yang mengiringi film ini easy listening. Main Soundtracknya yang
berjudul Sumpah Mati juga secara tidak langsung diambil dari sumpah
cinta yang dimiliki Hayati bagi Zainuddin.
Ending
Menurut saya, agaknya akhir dari film ini terlalu dipaksakkan. Berbeda sekali dengan yang ada di novel. Hayati meninggal akibat kecelakaan kapal Van Der Wijk. Dan nasib Zainuddin tidak sesedih apa yang terjadi di buku.
Kesan
Awalnya, menonton film ini disuruh teman yang konon katanya pacarnya si teman ini sampai nangis sendiri menonton film ini. Alhasil saya yang kena hasut, menonton juga. Tapi rasanya saya tidak terlalu menyukai film ini. Pertama, memang pengambilan gambar dari film ini bagus, dengan latar film seperti vintage (saya tidak tahu apa istilah dari gambar sperti ini), hanya saja rasanya kurang terasa natural di beberapa bagian. Kedua, rasanya terlalu modern untuk kostum di tahun 1930-an. saat Hayati menonton acara balapan, rasanya pakaian seperi itu terlalu modern. Ketiga, ada tarian yang terlalu modern juga saat Zainuddin bertemu dengan Hayati setelah dirinya kaya. Rasanya tarian ini juga terlalu modern untuk saat itu. Keempat, untuk ukuran film Indonesia, bagian tenggelamnya kapal Van Der Wijk cukup bagus, hanya saja tetap kurang natural. Keempat, ending yang memaksa.
Begitulah. Pertanyaan kedua untuk GA Spring of Love di Review Siro adalah
Apa film adaptasi favoritmu? Apa alasannya kamu menyukai film tersebut?
Jawaban dari Pertanyaan Pertama
BalasHapusNama: VINDY PUTRI
Email: vindy.putri.2804@gmail.com
Jawaban: Film adaptasi yang aku suka itu semua serial-nya Raditya Dika. Mulai dari Kambing Jantan sampai Marmut Merah Jambu. Pada dasarnya sih suka sama buku-bukunya. Meski ceritanya berbeda gak selalu sama. Ohya! sama filmnya Narnia. Awasome! Suka visualnya, penggambaran Karena aku suka hewan di family kucing. Jadi suka lihatin singanya. Hehehe... Tapi aku lagi menanti-nanti versi filmnya Mandy (Misteri Wangi Magnolia) Itu kisah tentang rumah duplikat dan pemilik rumah yang sekarang bisa melihat masa lalu pemilik rumah sebelumnya. Keren kaan...
Nama: Zuhelviyani Zainuddin
BalasHapusEmail: zuhelviyani@gmail.com
Jawaban:
Film adaptasi favoritku adalaaah.. 5 cm! Meski selalu lebih nendang baca bukunya, filmnya juga nggak kalah menarik. Cast yang memerankan film 5 cm ini menurutku sudah kece beraaaat! *Q*
Apalagi beberapa bagian kecil yang menurutku wah-gimana-difilminnya-tuh tetap ada! Misalnya rumus indomie Ian.
Selain itu, nasionalisme-nya tetap kerasa kental banget. (y) Belum lagi adegan-adegan di Mahameru bikin emosi campur aduk karena soundtrack-nya mendukung. :D
Link share: https://twitter.com/evizaid/status/585200886269538305
Nama : fita
BalasHapusEmail : fitania90@gmail.com
Film adaptasi favoritku 99 cahaya dia langit eropa, meski cuma bisa baca review novelnya tapi filmnya it`s amazing buatku..
Kisah kak hanum dan kak rangga yang rela terbang berkilo-kilo meter dari Indonesia dengan satu tekad memperoleh ilmu di negeri orang sungguh membuat aku terharu & terpacu pengen mengikuti jejak mereka terlebih pas scene di masjid cordoba ya ampun..liat acha (hanum *red) sujud sumpah bikin aku merinding dan waktu keputusan acha mengenakan jilbab seperti memutar kisah masalalu ku pas awal2 berjilbab..
Film adapatasi favoritku... ada banyak .___.
BalasHapusNggak harus romance, kan?
Film favoritku adalah semua film Harry Potter. Tapi yang paling aku suka itu Harry Potter and The Order of the Phoenix. Alasannya... apakah harus ada alasan untuk menyukai sesuatu? hahah, pokoknya saya suka aja. Liat berulang kali juga tidak membuat saya bosan.
salam,
@FJrean
Maryana amz_ochi_gnz@yahoo.co.id
BalasHapusSiro, pas mau nonton ini film ya, aku harus nunggu satu putaran -_- Jadi dateng ke bioskop jam setengah tiga. Mau beli tiket nonton film ini yang diputer jam setengah empat. Sejam sebelum pemutaran udah abis! Bete -_- Akhirnya nonton yang jam setengah tujuh, Sambil nunggu, Marathon aja sekalian. Nonton Soekarno yang diputer jam empat sore...
Adaptasi favorit? Banyak sih yang bagus. Cuma yang menurutku oke itu Ender's Game. Soalnya ini filmnya bikin aku ngerti. Baca bukunya malah jadi bingung XD Cuma Ender's Game yang bikin aku puas dengan filmnya dan males baca bukunya. Udah lima bulan baca gak kelar kelar XD
Nama: Asy-syifaa Halimatu Sa'diah
BalasHapusEmail: asysyifaahs@yahoo.com
Jawaban:
Aku bukan pembaca yang sekaligus pecinta film juga, tipe orang yang nunggu film kalau udah tayang di tv aja. Hehe... So far, suka sama Refrain dan Remember When, dua dari karya Winna Efendi yang difilmkan. Meski alurnya nggak sama dengan buku--yah kalau sama sih, mungkin nggak rame--tapi aku menikmati karya Haqi Achmad tersebut. Bagian cerita di buku ada yang dipangkas, tentu pasti ada. Tapi tetap menonjolkan segi cinta segitiga-atau segiempat antar tiap karakter.
Makanya, dari Refrain itulah aku jadi suka sama Chelsea Islan, meski sebelum itu sama Maudy Ayunda & Afgan sih udah suka banget >_<